Tugas Kelompok
Makalah Sejarah indonesia
Kelas x Isos 1
SMA muhammadiyah 1 PURBOLINGGO
T.a 2014/2015
Disusun oleh :
Ø Muhammad
ruhul aziz
Ø Diah
santi
Ø Tri
maryani
Ø Sinta
agustia
Ø Rika
kesuma wardani
|
Daftar is.......................i
KATA
PENGANTAR
Puji dan syukur kami ucapkan kehadirat Allah swt yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah mengenai organisasi pergerakan Kebangkitan Nasional ini dengan sebaik – baiknya.
Makalah ini dibuat sebagai salah satu tugas yang diberikan kepada kami sebagai langkah awal untuk pembelajaran kami di mata pelajaran Sejarah indonesia. Semoga dengan diselesaikannya makalah ini dapat dijadikan sebagai suatu acuan awal bagi kami untuk membuat makalah – makalah lain dikedepannya.
Makalah ini berisikan tentang peninggalan – peniggalan sejarah bercorak islam Meskipun makalah ini dibuat secara sederhana tapi saya sangat berharap makalah ini dapat memberikan sebuah wawasan baru bagi yang membaca dan bagi kami yang mempelajarinya.
Demikian makalah ini saya buat dengan sebagaimana semestinya dan semoga dapat bermanfaat.
Purbolinggo, Mei 2015
i
Daftar isi
KATA
PENGANTAR……………………………………………………………......i
DAFTAR ISI
..............................................................................................................ii
BAB I
PENDAHULUAN
.....................................................................................................1
1.1
Latar Belakang
.....................................................................................................1
1.2
Tujuan Penulisan
..................................................................................................1
BAB II
PEMBAHASAN
Peninggalan Sejarah
Bercorak Islam
2.1 Peninggalan
Dalam Bentuk Bangunan.................................................................2
2.2 Makam dan Nisan.................................................................................................5
2.3 Dalam Bentuk Seni...............................................................................................10
2.4 Peninggalan Dalam Bentuk Adat………..............................................................15
2.5 Peninggalan Dalam Bentuk Tata
Negara.............................................................21
2.6 Sosial
Masyarakat…….…………………………………………………………..22
BAB
III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
..........................................................................................................24
ii
|
BAB I
Pendahuluan
1.1 Latar
Belakang
Pentingnya
menjaga kelestarian sejarah harus kita sadari dari sekarang. Karena dengan
sejarah kita akan melangkah kedepan lebih baik. Maka dari itu pengenalan
sejarah bisa dipelajari dengan mengetahui apa saja peninggalan-peninggalan
sejarah yang sampai saat ini masih dapat kita jumpai. Dengan mengetahui dan
mempelajari sember sejarah diharapkan kita semua akan lebih bisa menghargai
sejarah.
Di
Indonesia banyak sekali peninggalan-peninggalan sejarah yang perlu kita ketahui
dan kita lestarikan. Mengingat saat ini sudah banyak peninggalan sejarah yang
alih fungsi, yang seharusnya menjadi peninggalan yang bisa kita pelajari tetapi
beralih funsi menjadi media bisnis. Diharapkan pelestarian peninggalan sejarah
dapat tercapai dengan kita mengetahui dan
mempelajari sumber sejarah.
1.2
Tujuan Penulisan
Pembuatan
makalah ini diharapkan mampu membina generasi muda dalam pelestarian
peninggalan sejarah. Dengan mengetahui dan mempelajari peninggalan sejarah
tentunya siswa mampu memiliki jiwa cinta sejarah dan menghargai sejarah.
Sehingganya sejarah tetap diingat dan peninggalan sejarah dapat dilestarikan.
1
BAB II
PEMBAHASAN
Peninggalan sejarah
bercorak islam
2.1 .peninggalan
dalam bentuk bangunan
a.Masjid Peninggalan Sejarah Islam di
Indonesia
Indonesia yang memiliki ribuan pulau dan bermacam-macam suku
bangsa banyak memiliki sejarah kebudayaan. Salah satunya adalah sejarah
kebudayaan islam dan peninggalannya. Dahulu banyak terdapat kerajaan-kerajaan
islam yang ada di Indonesia dan meninggalkan bangungan-bangungan bersejarah
antara lainnya adalah bangungan masjid.
Seperti dilansir Triptrus.com berikut 10 masjid peninggalan sejarah yang ada di Indonesia.
Seperti dilansir Triptrus.com berikut 10 masjid peninggalan sejarah yang ada di Indonesia.
1. Masjid
Raya Baiturrahman Aceh
Masjid
bersejarah ini dibangung oleh Sultan Iskandar Muda pada tahun 1612. Namun ada
juga pendapat yang mengatakan bahwa masjid ini dibangun di tahun 1292 oleh Sultain
Alaidin Mahmudsyah. Masji ini pernah di hancurkan oleh Belanda di tahun 1873,
namun akhirnya Belanda memutuskan untuk membangun kembali masjid ini di tahun
1877. Itu dilakukan sebagai permintaan maaf atas dirusaknya bangunan masjid
yang lama. Pembangunan kembali masjid baru mulai dilaksanakan pada tahun 1879.
Masjid ini selesai dibangun pada tahun 1883 dan tetap berdiri hingga sekarang.
Dan yang uniknya masjid ini tetap utuh pada saat terjadinya bencana Tsunami di
tahun 2004 dan menjadi tempat pengungsian pada waktu itu
2
2. Masjid
Raya Medan
Masjid yang
dibangun pada tahun 1906 ini juga dikenal dengan nama Masjid Al-Mashun.
Pembangunan masjid ini selesai pada tahun 1909 oleh Sultan Ma’mum Al Rasyid
Perkasa Alam. Masjid ini begitu megah karena disengaja oleh Sultan. Beliau
menjadikan masjid ini harus lebih megah dari istananya yaitu Istana Maimun.
Bahan
bangunan dan rancangan masjid ini diimpor dari luar negeri, seperti marmer
untuk dekorasi diimpor dari Italia dan Jerman, dan kaca patri dari Cina, dan
lampu gantung dari Prancis. Arsitek Belanda yang merancang masjid ini, JA
Tingdeman merancang bangunan ini dengan corak bangunan Maroko, Eropa, Melayu,
dan Timur Tengah.
3. Masjid
Raya Ganting Padang
Menurut
sejarah pembangunan masjid ini pada tahun 1700. Dan bangunannya telah beberapa
kali dipindahkan sampai pada akhirnya berada di daerah Ganting, kota Padang,
Sumatra Barat mulai tahun 1805.
3
Model atap masjid ini berbentuk
persegi delapan dan dibuat oleh para pekerja etnis Cina yang dahulu membantu
mengembangkan bangunan ini, setelah Belanda menambahkan bangunan masjid ini
sebagai kompensasi digunakannya tanah wakaf untuk jalur transportasi pabrik
semen Indarung ke Pelabuhan Teluk Bayur. Sama dengan masjid baiturahman yang
ada di Aceh, masjid ini juga tetap kokoh saat dilanda gempa dan Tsunami di
tahun 1833. Masji ini juga pernah menjadi tempat pengungsian Presiden Pertama
Indonesia, Bung Karno sebelum diasingkan ke Bengkulu di tahun 1942.
4. Masjid Istiqlal Jakarta
Masjid istiqlal merupakan masjid
terbesar di Asia Tenggara. Pembangunannya diprakarsai oleh Bung Karno pada
tahun 1951 dengan rancangan arsiteki Frederich Silaban. Pembangungan baru mulai
pada tahun 1961 dan merampungkan pembangunannya pada tahun 1978. Nama masjid
ini diambil dari bahasa Arab yang berarti “Kemerdekaan.”
Saat ini masjid negara Indonesia ini
menjadi pusat perayaan berbagai acara agama umat Muslim seperti Iedul Fitri,
Iedul Adha, Maulid Nabi Muhammad, dan Isra’ Mi’raj. Kapasitas penampungan
masjid ini dapat menampung hingga 200 ribu jamaah dari satu lantai dasar dan
lima lantai di atasnya. Masjid Istiqlal dibangun di atas bekas reruntuhan
benteng Prins Frederik benteng milik penjajah belanda yang didirikan di tahun
1873.
4
2.2 MAKAM DAN NISAN
a. peninggalan dalam bentuk makam
Maulana Malik Ibrahim (1)
Maulana Malik Ibrahim, atau Makdum Ibrahim As-Samarkandy
diperkirakan lahir di Samarkand, Asia Tengah, pada paruh awal abad 14. Babad
Tanah Jawi versi Meinsma menyebutnya Asmarakandi, mengikuti pengucapan lidah
Jawa terhadap As-Samarkandy, berubah menjadi Asmarakandi Maulana Malik Ibrahim
kadang juga disebut sebagai Syekh Magribi. Sebagian rakyat malah menyebutnya
Kakek Bantal. Ia bersaudara dengan Maulana Ishak, ulama terkenal di Samudra
Pasai, sekaligus ayah dari Sunan Giri (Raden Paku). Ibrahim dan Ishak adalah
anak dari seorang ulama Persia, bernama Maulana Jumadil Kubro, yang menetap di
Samarkand. Maulana Jumadil Kubro diyakini sebagai keturunan ke-10 dari
Syayidina Husein, cucu Nabi Muhammad saw. Maulana Malik Ibrahim pernah bermukim
di Campa, sekarang Kamboja, selama tiga belas tahun sejak tahun 1379. Ia malah
menikahi putri raja, yang memberinya dua putra. Mereka adalah Raden Rahmat
(dikenal dengan Sunan Ampel) dan Sayid Ali Murtadha alias Raden Santri. Merasa
cukup menjalankan misi dakwah di negeri itu, tahun 1392 M Maulana Malik Ibrahim
hijrah ke Pulau Jawa meninggalkan keluarganya. Beberapa versi menyatakan bahwa
kedatangannya disertai beberapa orang. Daerah yang ditujunya pertama kali yakni
desa Sembalo, daerah yang masih berada dalam wilayah kekuasaan Majapahit. Desa
Sembalo sekarang, adalah daerah Leran kecamatan Manyar, 9 kilometer utara kota
Gresik. Aktivitas pertama yang dilakukannya ketika itu adalah berdagang dengan
cara membuka warung. Warung itu menyediakan kebutuhan pokok dengan harga murah.
Selain itu secara khusus Malik Ibrahim juga menyediakan diri untuk mengobati
masyarakat secara gratis. Sebagai tabib, kabarnya, ia pernah diundang untuk
mengobati istri raja yang berasal dari Campa. Besar kemungkinan permaisuri
tersebut masih kerabat istrinya. Kakek Bantal juga mengajarkan cara-cara baru
bercocok tanam. Ia merangkul masyarakat bawah -kasta yang disisihkan dalam
Hindu. Maka sempurnalah misi pertamanya, yaitu mencari tempat di hati
masyarakat sekitar yang ketika itu tengah dilanda krisis ekonomi dan perang
saudara. Selesai membangun dan menata pondokan tempat belajar agama di Leran,
tahun 1419 M Maulana Malik Ibrahim wafat. Makamnya kini terdapat di kampung
Gapura, Gresik, Jawa Timur.
5
Sunan Ampel (2)
Ia putera tertua Maulana Malik
Ibrahim. Menurut Babad Tanah Jawi dan Silsilah Sunan Kudus, di masa kecilnya ia
dikenal dengan nama Raden Rahmat. Ia lahir di Campa pada 1401 Masehi. Nama
Ampel sendiri, diidentikkan dengan nama tempat dimana ia lama bermukim. Di
daerah Ampel atau Ampel Denta, wilayah yang kini menjadi bagian dari Surabaya
(kota Wonokromo sekarang) Beberapa versi menyatakan bahwa Sunan Ampel masuk ke
pulau Jawa pada tahun 1443 M bersama Sayid Ali Murtadho, sang adik. Tahun 1440,
sebelum ke Jawa, mereka singgah dulu di Palembang. Setelah tiga tahun di
Palembang, kemudian ia melabuh ke daerah Gresik. Dilanjutkan pergi ke Majapahit
menemui bibinya, seorang putri dari Campa, bernama Dwarawati, yang dipersunting
salah seorang raja Majapahit beragama Hindu bergelar Prabu Sri Kertawijaya.
Sunan Ampel menikah dengan putri seorang adipati di Tuban. Dari perkawinannya
itu ia dikaruniai beberapa putera dan puteri. Diantaranya yang menjadi
penerusnya adalah Sunan Bonang dan Sunan Drajat. Ketika Kesultanan Demak (25
kilometer arah selatan kota Kudus) hendak didirikan, Sunan Ampel turut
membidani lahirnya kerajaan Islam pertama di Jawa itu. Ia pula yang menunjuk
muridnya Raden Patah, putra dari Prabu Brawijaya V raja Majapahit, untuk
menjadi Sultan Demak tahun 1475 M. Di Ampel Denta yang berawa-rawa, daerah yang
dihadiahkan Raja Majapahit, ia membangun mengembangkan pondok pesantren.
Mula-mula ia merangkul masyarakat sekitarnya. Pada pertengahan Abad 15,
pesantren tersebut menjadi sentra pendidikan yang sangat berpengaruh di wilayah
Nusantara bahkan mancanegara. Di antara para santrinya adalah Sunan Giri dan
Raden Patah. Para santri tersebut kemudian disebarnya untuk berdakwah ke
berbagai pelosok Jawa dan Madura. Sunan Ampel menganut fikih mahzab Hanafi. Namun,
pada para santrinya, ia hanya memberikan pengajaran sederhana yang menekankan
pada penanaman akidah dan ibadah. Dia-lah yang mengenalkan istilah “Mo Limo”
(moh main, moh ngombe, moh maling, moh madat, moh madon). Yakni seruan untuk
“tidak berjudi, tidak minum minuman keras, tidak mencuri, tidak menggunakan
narkotik, dan tidak berzina.” Sunan Ampel diperkirakan wafat pada tahun 1481 M
di Demak dan dimakamkan di sebelah barat Masjid Ampel, Surabaya.
6
Sunan Giri (3)
Ia memiliki nama kecil Raden Paku,
alias Muhammad Ainul Yakin. Sunan Giri lahir di Blambangan (kini Banyuwangi)
pada 1442 M. Ada juga yang menyebutnya Jaka Samudra. Sebuah nama yang dikaitkan
dengan masa kecilnya yang pernah dibuang oleh keluarga ibunya–seorang putri
raja Blambangan bernama Dewi Sekardadu ke laut. Raden Paku kemudian dipungut
anak oleh Nyai Semboja (Babad Tanah Jawi versi Meinsma). Ayahnya adalah Maulana
Ishak. saudara sekandung Maulana Malik Ibrahim. Maulana Ishak berhasil
meng-Islamkan isterinya, tapi gagal mengislamkan sang mertua. Oleh karena
itulah ia meninggalkan keluarga isterinya berkelana hingga ke Samudra Pasai.
Sunan Giri kecil menuntut ilmu di pesantren misannya, Sunan Ampel, tempat
dimana Raden Patah juga belajar. Ia sempat berkelana ke Malaka dan Pasai.
Setelah merasa cukup ilmu, ia membuka pesantren di daerah perbukitan Desa
Sidomukti, Selatan Gresik. Dalam bahasa Jawa, bukit adalah “giri”. Maka ia
dijuluki Sunan Giri. Pesantrennya tak hanya dipergunakan sebagai tempat
pendidikan dalam arti sempit, namun juga sebagai pusat pengembangan masyarakat.
Raja Majapahit -konon karena khawatir Sunan Giri mencetuskan pemberontakan-
memberi keleluasaan padanya untuk mengatur pemerintahan. Maka pesantren itupun
berkembang menjadi salah satu pusat kekuasaan yang disebut Giri Kedaton.
Sebagai pemimpin pemerintahan, Sunan Giri juga disebut sebagai Prabu Satmata.
Giri Kedaton tumbuh menjadi pusat politik yang penting di Jawa, waktu itu.
Ketika Raden Patah melepaskan diri dari Majapahit, Sunan Giri malah bertindak
sebagai penasihat dan panglima militer Kesultanan Demak. Hal tersebut tercatat
dalam Babad Demak. Selanjutnya, Demak tak lepas dari pengaruh Sunan Giri. Ia
diakui juga sebagai mufti, pemimpin tertinggi keagamaan, se-Tanah Jawa. Giri
Kedaton bertahan hingga 200 tahun. Salah seorang penerusnya, Pangeran
Singosari, dikenal sebagai tokoh paling gigih menentang kolusi VOC dan
Amangkurat II pada Abad 18. Para santri pesantren Giri juga dikenal sebagai
penyebar Islam yang gigih ke berbagai pulau, seperti Bawean, Kangean, Madura,
Haruku, Ternate, hingga Nusa Tenggara. Penyebar Islam ke Sulawesi Selatan,
Datuk Ribandang dan dua sahabatnya, adalah murid Sunan Giri yang berasal dari
Minangkabau. Dalam keagamaan, ia dikenal karena pengetahuannya yang luas dalam
ilmu fikih. Orang-orang pun menyebutnya sebagai Sultan Abdul Fakih. Ia juga
pecipta karya seni yang luar biasa. Permainan anak seperti Jelungan, Jamuran,
lir-ilir dan cublak suweng disebut sebagai kreasi Sunan Giri. Demikian pula
Gending Asmaradana dan Pucung -lagi bernuansa Jawa namun syarat dengan ajaran
Islam.
7
Sunan Bonang (4)
Ia anak Sunan Ampel, yang berarti juga cucu Maulana Malik
Ibrahim. Nama kecilnya adalah Raden Makdum Ibrahim. Lahir diperkirakan 1465 M
dari seorang perempuan bernama Nyi Ageng Manila, puteri seorang adipati di
Tuban Sunan Kudus banyak berguru pada Sunan Kalijaga. Kemudian ia berkelana ke
berbagai daerah tandus di Jawa Tengah seperti Sragen, Simo hingga Gunung Kidul.
Cara berdakwahnya pun meniru pendekatan Sunan Kalijaga: sangat toleran pada
budaya setempat. Cara penyampaiannya bahkan lebih halus. Itu sebabnya para wali
–yang kesulitan mencari pendakwah ke Kudus yang mayoritas masyarakatnya pemeluk
teguh-menunjuknya. Cara Sunan Kudus mendekati masyarakat Kudus adalah dengan
memanfaatkan simbol-simbol Hindu dan Budha. Hal itu terlihat dari arsitektur
masjid Kudus. Bentuk menara, gerbang dan pancuran/padasan wudhu yang
melambangkan delapan jalan Budha. Sebuah wujud kompromi yang dilakukan Sunan
Kudus. Suatu waktu, ia memancing masyarakat untuk pergi ke masjid mendengarkan
tabligh-nya. Untuk itu, ia sengaja menambatkan sapinya yang diberi nama Kebo
Gumarang di halaman masjid. Orang-orang Hindu yang mengagungkan sapi, menjadi
simpati. Apalagi setelah mereka mendengar penjelasan Sunan Kudus tentang surat
Al Baqarah yang berarti “sapi betina”. Sampai sekarang, sebagian masyarakat
tradisional Kudus, masih menolak untuk menyembelih sapi. Sunan Kudus juga
menggubah cerita-cerita ketauhidan. Kisah tersebut disusunnya secara berseri,
sehingga masyarakat tertarik untuk mengikuti kelanjutannya. Sebuah pendekatan
yang tampaknya mengadopsi cerita 1001 malam dari masa kekhalifahan Abbasiyah.
Dengan begitulah Sunan Kudus mengikat masyarakatnya. Bukan hanya berdakwah
seperti itu yang dilakukan Sunan Kudus. Sebagaimana ayahnya, ia juga pernah
menjadi Panglima Perang Kesultanan Demak. Ia ikut bertempur saat Demak, di
bawah kepemimpinan Sultan Prawata, bertempur melawan Adipati Jipang, Arya
Penangsang.
8
Sunan Kalijaga (5)
Dialah “wali” yang namanya paling banyak disebut masyarakat
Jawa. Ia lahir sekitar tahun 1450 Masehi. Ayahnya adalah Arya Wilatikta,
Adipati Tuban -keturunan dari tokoh pemberontak Majapahit, Ronggolawe. Masa
itu, Arya Wilatikta diperkirakan telah menganut Islam Nama kecil Sunan Kalijaga
adalah Raden Said. Ia juga memiliki sejumlah nama panggilan seperti Lokajaya,
Syekh Malaya, Pangeran Tuban atau Raden Abdurrahman.Terdapat beragam versi
menyangkut asal-usul nama Kalijaga yang disandangnya. Masyarakat Cirebon
berpendapat bahwa nama itu berasal dari dusun Kalijaga di Cirebon. Sunan
Kalijaga memang pernah tinggal di Cirebon dan bersahabat erat dengan Sunan
Gunung Jati. Kalangan Jawa mengaitkannya dengan kesukaan wali ini untuk
berendam (‘kungkum’) di sungai (kali) atau “jaga kali”. Namun ada yang menyebut
istilah itu berasal dari bahasa Arab “qadli dzaqa” yang menunjuk statusnya
sebagai “penghulu suci” kesultanan. Masa hidup Sunan Kalijaga diperkirakan
mencapai lebih dari 100 tahun. Dengan demikian ia mengalami masa akhir
kekuasaan Majapahit (berakhir 1478), Kesultanan Demak, Kesultanan Cirebon dan
Banten, bahkan juga Kerajaan Pajang yang lahir pada 1546 serta awal kehadiran
Kerajaan Mataram dibawah pimpinan Panembahan Senopati. Ia ikut pula merancang pembangunan
Masjid Agung Cirebon dan Masjid Agung Demak. Tiang “tatal” (pecahan kayu) yang
merupakan salah satu dari tiang utama masjid adalah kreasi Sunan Kalijaga.
Dalam dakwah, ia punya pola yang sama dengan mentor sekaligus sahabat dekatnya,
Sunan Bonang. Paham keagamaannya cenderung “sufistik berbasis salaf” -bukan
sufi panteistik (pemujaan semata). Ia juga memilih kesenian dan kebudayaan
sebagai sarana untuk berdakwah. Ia sangat toleran pada budaya lokal. Ia
berpendapat bahwa masyarakat akan menjauh jika diserang pendiriannya. Maka
mereka harus didekati secara bertahap: mengikuti sambil mempengaruhi. Sunan
Kalijaga berkeyakinan jika Islam sudah dipahami, dengan sendirinya kebiasaan
lama hilang. Maka ajaran Sunan Kalijaga terkesan sinkretis dalam mengenalkan
Islam. Ia menggunakan seni ukir, wayang, gamelan, serta seni suara suluk
sebagai sarana dakwah. Dialah pencipta Baju takwa, perayaan sekatenan, grebeg
maulud, Layang Kalimasada, lakon wayang Petruk Jadi Raja. Lanskap pusat kota
berupa Kraton, alun-alun dengan dua beringin serta masjid diyakini sebagai
karya Sunan Kalijaga. Metode dakwah tersebut sangat efektif. Sebagian besar
adipati di Jawa memeluk Islam melalui Sunan Kalijaga. Di antaranya adalah
Adipati Padanaran, Kartasura, Kebumen, Banyumas, serta Pajang (sekarang
Kotagede – Yogya). Sunan Kalijaga dimakamkan di Kadilangu -selatan Demak.
9
2.3 Dalam Bentuk Seni
1) Perkembangan Seni Rupa
Pengaruh kebudayaan Islam yang
menonjol adalah tulisan kaligrafi, seni baca al-Qur’an, dan kesenian musik rebana/khazidahan.
Pengaruh kebudayaan Islam terhadap perkembangan seni rupa Indonesia tidak
terbatas pada lukisan (kaligrafi) melainkan juga pada seni bangunan
(arsitektur). Seni bangunan yang merupakan bentuk peninggalan kebudayaan Islam
adalah bangunan
masjid. Seni arsitektur masjid di
Indonesia pada umumnya tidak sepenuhnya menggunakan unsur kebudayaan Islam
melainkan masih dipadukan dengan unsur-unsur etnis yang mewakili kebudayaan
pra-Islam.
Hal itu tampak jelas pada bangunan
masjid kuno yang ada di Indonesia. Bangunan masjid Agung di keraton Surakarta,
misalnya tetap mempertahankan unsur kebudayaan Jawa dalam bentuk atap limasan
dan hiasan ukiran yang mengingatkan kita pada kebudayaan Hindu.
2) Perkembangan Seni Sastra
Perkembangan bidang seni sastra pada
masa awal penyebaran agama Islam di Indonesia sebagai berikut.
a) Pada abad ke-17, agama Islam
telah berkembang di Sulawesi Selatan, sehingga kesusastraan Bugis dan Makassar
ditulis dalam huruf Arab yang disebut aksara Serang.
b) Pada masa Kerajaan Mataram Islam
yang dipimpin Sultan Agung (1613 – 1645) pengaruh kesusasteraan Islam terhadap
kebudayaan Jawa tampak dalam bentuk perhitungan kalender yang dikenal sebagai
“tahun Jawa”. Sistem kalender tersebut dihitung menurut peredaran bulan (tarikh
komariah) sesuai dengan perhitungan kalender Islam.
c) Perkembangan sastra pada masa
awal penyebaran agama Islam di daerah Melayu (kawasan Sumatra dan sekitarnya)
muncul sastra saduran yang bersumber pada karya-karya sastra Persia serta
karya-karya sastra Jawa. Karya-karya sastra yang diterbitkan di daerah Melayu
ditulis dalam huruf Arab, sedangkan karya sastra saduran yang diterbitkan di
Jawa ditulis dengan huruf Jawa dan huruf Arab. Karya-karya sastra saduran dari
Persia berkaitan dengan cerita mengenai Bayan Budiman, Amir Hamzah, dan Cerita
Seribu Satu Malam.
Beberapa karya sastra saduran pada
masa itu, antara lain:
• Hikayat Bayan Budiman,
• Hikayat Ghulam,
• Hikayat Azbak,
• Hikayat Zadabaktin,
10
• Hikayat Amir Hamzah, dan
• Hikayat Bakhtiar.
Karya sastra saduran yang berlatar
belakang sejarah kepahlawanan, antara lain:
• Hikayat Raja-Raja Pasai,
• Hikayat Hang Tuah,
• Sejarah Melayu, dan
• Hikayat Silsilah Perak.
Beberapa karya sastra saduran yang
bersumber dari karya sastra kuno Jawa, antara lain:
• Hikayat Sri Rama,
• Hikayat Perang Pandawa Jaya, dan
• Hikayat Pandawa Lima.
d) Salah satu jenis sastra yang
berkembang pesat pada masa awal pernyiaran agama Islam di Indonesia adalah
jenis sastra yang disebut suluk. Istilah suluk berasal dari bahasa Arab yang
berarti jalan. Suluk merupakan jenis sastra mistik Islam atau tasawuf,
sedangkan makna suluk merupakan jalan atau proses untuk mendekatkan diri dalam
menemukan hakikat Ilahi. Karya-karya sastra suluk, antara lain:
• Suluk Sukarsa,
• Suluk Malang Sumirang,
• Syair Perahu,
• Suluk Wijil, dan
• Syair Si Burung Pingai, karya
Hamzah Fansuri.
e) Karya-karya sastra saduran jenis
suluk yang berkembang di Jawa, antara lain:
• Serat Rengganis,
• Serat Menak, merupakan saduran
Hikayat Amir Hamzah,
• Serat Kanda, dan
• Serat Ambiya.
11
a.Kaligrafi Islam
Kaligrafi Utsmaniyah abad ke-18, bertuliskan frasa "Ali Khalifatullah"
dalam tulisan cermin dua arah.
Kaligrafi Islam, yang dalam juga sering disebut sebagai kaligrafi Arab,
merupakan suatu seni artistik tulisan tangan, atau kaligrafi,
serta meliputi hal penjilidan,[1] yang berkembang di negera-negera
yang umumnya memiliki warisan budaya Islam. Bentuk seni ini berdasarkan pada tulisan Arab, yang dalam waktu lama pernah digunakan oleh banyak umat
Islam untuk menulis dalam bahasa masing-masing. Kaligrafi adalah seni yang
dihormati di antara berbagai seni rupa Islam, karena merupakan alat utama untuk melestarikan Al-Qur'an.
Penolakan penggambaran figuratif karena dapat mengarah pada penyembahan
berhala, menyebabkan kaligrafi dan penggambaran abstrak menjadi bentuk utama
ekspresi seni dalam berbagai budaya Islam, khususnya dalam konteks keagamaan.[2] Sebagai contoh, kaligrafi nama
Tuhan diperkenankan sementara penggambaran figuratif Tuhan tidak diizinkan.[3]
Karya kaligrafi banyak dijadikan koleksi dan adalah hasil seni yang dihargai.
Kaligrafi Arab, Persia dan Turki Utsmaniyah memiliki hubungan dengan motif arabesque abstrak yang
terdapat di dinding-dinding dan langit-langit masjid maupun di halaman buku.
Para seniman
kontemporer di dunia Islam menggali warisan kaligrafi mereka dan menggunakan tulisan
kaligrafi atau abstraksi dalam berbagai karya seni mereka.
12
b.Relief
Relief tinggi metope yang diambil
dari kuil Parthenon
Salah satu panel relief rendah di
dinding Candi Borobudur
13
Relief di Masjid Mantingan (Kabupaten Jepara, Jawa Tengah) dengan pola
tanaman yang membentukkan rupa seekor gajah
Relief adalah seni pahat dan ukiran 3-dimensi yang biasanya dibuat di
atas batu. Bentuk ukiran ini biasanya dijumpai pada bangunan candi,
kuil,
monumen dan tempat bersejarah kuno. Di
Indonesia, relief pada dinding candi Borobudur merupakan salah satu contoh yang
digunakan untuk menggambarkan kehidupan sang Buddha dan ajaran-ajarannya. Di Eropa,
ukiran pada kuil kuno Parthenon juga masih
bisa dilihat sampai sekarang sebagai peninggalan sejarah Yunani Kuno.Relief ini bisa merupakan ukiran yang berdiri sendiri, maupun sebagai bagian dari panel relief yang lain, membentuk suatu seri cerita atau ajaran. Pada Candi Borobudur sendiri misalkan ada lebih dari 1400 panel relief ini yang dipakai untuk menceritakan semua ajaran sang Buddha Gautama.
dimensi lebih dari 50 persen. Relief ini hampir menampilkan seni patung yang utuh yang menempel pada dasar permukaan dinding. Contoh relief tinggi adalah kebanyakan arca periode Hindu Buddha Jawa yang bersandar pada stela sandaran arca, atau relief-relief dewata Lokapala pada candi Prambanan. Contoh lainnya adalah relief-relief Yunani dan Romawi kuno yang lebih menonjol.
Relief rendah
Relief rendah atau (bahasa Perancis: Bas-relief, bahasa Italia: Baso-rilievo, bahasa Inggris: Low-relief) adalah jenis relief dengan ukiran yang sedikit menonjol dari dasar permukaan dinding. Tonjolan atau kedalaman ukirannya bervariasi dan biasanya hanya beberapa sentimeter atau kurang dari 50 persen kedalaman dimensi ukiran. Contoh dari relief rendah atau bas-relief adalah relief-relief pada candi periode klasik Jawa kuno, misalnya relief candi Borobudur.
14
Relief dangkal
Relief dangkal atau (bahasa Inggris: shallow-relief atau bahasa Italia: rilievo schiacciato) adalah jenis relief yang lebih dangkal dari relief rendah. Ukiran relief hanya berupa guratan-guratan tipis untuk menghilangkan material latar.Relief tenggelam
Relief tenggelam atau (bahasa Inggris: sunken-relief) adalah jenis relief di mana latar permukaan dinding dibiarkan utuh dan rata, sementara ukiran figur digambarkan tenggelam dicukil dalam permukaan dinding. Jenis relief seperti ini lazim dalam kesenian Mesir kuno.Yunani kuno
Seniman Yunani biasanya membuat relief yang menggambarkan eksploitasi militer melalui perumpamaan mitologi, misalnya relief-relief mengenai pertempuran antara bangsa Athena melawan ras Kentaur yang melambangkan penaklukan kaum berperadaban atas bangsa tak beradab. Orang Yunani juga sering membuat relief tentang para dewa dan para pahlawan.
2.4 PENINGALAN DALAM BENTUK Adat
1.UPACARA
a)
Tabui(SumateraBarat)
Upacara yang satu ini sebenarnya lebih berkaitan dengan religi, berdasarkan kepercayaan umat Islam Tapi hanya ditemukan di Kabupaten Padang Pariaman, Sumatera Barat. Sehingga, menjadi sebuah tradisi yang khas dari daerah tersebut. Upacara Tabuik ini digelar sebagai bentuk peringatan atas kematian anak Nabi Muhammad SAW dalam sebuah perang di zaman Rasulullah dulu. Dilakukan pada Hari Asura setiap tanggal 10 Muharram tahun Hijriah. Beberapa hari sebelum datangnya waktu penyelenggaraan upacara ini, masyarakat akan bergotong royong untuk membuat dua tabuik. Kemudian, pada hari H, kedua tabuik itu di arak menuju laut di Pantai Gondoriah. Satu tabuik diangkat oleh sekitar 40 orang. Di belakangnya, rombongan masyarakat dengan baju tradisional mengiringi, bersamaan dengan para pemain musik tradisional. Lalu, kedua tabuik itupun dilarung ke laut.
Upacara yang satu ini sebenarnya lebih berkaitan dengan religi, berdasarkan kepercayaan umat Islam Tapi hanya ditemukan di Kabupaten Padang Pariaman, Sumatera Barat. Sehingga, menjadi sebuah tradisi yang khas dari daerah tersebut. Upacara Tabuik ini digelar sebagai bentuk peringatan atas kematian anak Nabi Muhammad SAW dalam sebuah perang di zaman Rasulullah dulu. Dilakukan pada Hari Asura setiap tanggal 10 Muharram tahun Hijriah. Beberapa hari sebelum datangnya waktu penyelenggaraan upacara ini, masyarakat akan bergotong royong untuk membuat dua tabuik. Kemudian, pada hari H, kedua tabuik itu di arak menuju laut di Pantai Gondoriah. Satu tabuik diangkat oleh sekitar 40 orang. Di belakangnya, rombongan masyarakat dengan baju tradisional mengiringi, bersamaan dengan para pemain musik tradisional. Lalu, kedua tabuik itupun dilarung ke laut.
15
b)
Dugderan(JawaTengah)
Upacara ini digelar untuk menandai datangnya bulan puasa Ramadhan. Tapi, karena hanya diadakan oleh masyarakat Semarang, maka upacara Dugderan ini pun jadi semacam upacara tradisional. Kata “dugderan” sendiri berasal dari perpaduan bunyi bedug dengan meriam bambu yang memang identik dengan bulan puasa. Upacara ini dilaksanakan tepat sehari sebelum puasapertama dilaksan ak akan, mulai dari pagi hingga sore hari menjelang senja. Dalam upacara tradisional Indonesia ini, masyarakat menggelar “warak ngendok”, atau mengarak binatang jadi-jadian yang bertubuh kambing, berkepala naga dan berkulit sisik emas. Binatang rekaan ini dibuat dari kertas warna-warni. Selain itu, juga digelar pasar rakyat, atraksi drumband, pawai pakaian adat tradisional nusantara, hingga penampailan berbagai kesenian khas Kota Semarang, yang digelar selama sepekan sebelumnya.
Upacara ini digelar untuk menandai datangnya bulan puasa Ramadhan. Tapi, karena hanya diadakan oleh masyarakat Semarang, maka upacara Dugderan ini pun jadi semacam upacara tradisional. Kata “dugderan” sendiri berasal dari perpaduan bunyi bedug dengan meriam bambu yang memang identik dengan bulan puasa. Upacara ini dilaksanakan tepat sehari sebelum puasapertama dilaksan ak akan, mulai dari pagi hingga sore hari menjelang senja. Dalam upacara tradisional Indonesia ini, masyarakat menggelar “warak ngendok”, atau mengarak binatang jadi-jadian yang bertubuh kambing, berkepala naga dan berkulit sisik emas. Binatang rekaan ini dibuat dari kertas warna-warni. Selain itu, juga digelar pasar rakyat, atraksi drumband, pawai pakaian adat tradisional nusantara, hingga penampailan berbagai kesenian khas Kota Semarang, yang digelar selama sepekan sebelumnya.
c)
Ngaben(Bali)
Kegiatan ini merupakan upacara pembakaran atau kremasi jenazah umat Hindu di Bali. Untuk melaksanakan upacara Ngaben ini, keluarga dari jenazah tersebut akan membuat “bade dan lembu” untuk tempat jenazah yang akan dibawa.
Kegiatan ini merupakan upacara pembakaran atau kremasi jenazah umat Hindu di Bali. Untuk melaksanakan upacara Ngaben ini, keluarga dari jenazah tersebut akan membuat “bade dan lembu” untuk tempat jenazah yang akan dibawa.
16
Tempat tersbeut dibuat dari kayu dengan model yang sangat
megah, dibantu oleh masyarakat sekitarnya. Kemudian, jenazah pun di arak, dan
terakhir dibakar bersamaan dengan tempat tersebut dalam ritual khusyuk, .
d)
Rambu Solo
dan Mapasilaga Tedong(Sulawesi Selatan)
Rambu Solo juga merupakan upacara kematian, yang diwarisi oleh masyarakat Toraja secara turun temurun. Keluarga dari orang yang meninggal akan menggelar upacara ini sebagai tanda penghormatan terakhir. Kemudian, jenazahnya akan dibawa ke makam yang terletak di tebing goa, yakni pekuburan Londa. Bersamaan dengan itu, juga dibawa sebuah boneka kayu yang telah dibuat sebelumnya, yang wajahnya sangat mirip dengan orang yang telah meninggal itu. Sedangkan, upacara Mapasilaga Tedong merupakan acara adu kerbau. Selbelumnya, akan diawali dengan parade kerbau, mulai dari jenis kerbau jantan, kerbau albino, hingga kerbau salepo yang memiliki bercak-bercak hitam di punggungnya. Setelah adu kerbau, maka akan dilanjutkan dengan prosesi pemotongan kerbau khas adat Toraja, yang disebut Ma’tinggoro Tedong. Dalam prosesi tersbeut, kerbau harus langsung mati dengan sekali tebas.
Rambu Solo juga merupakan upacara kematian, yang diwarisi oleh masyarakat Toraja secara turun temurun. Keluarga dari orang yang meninggal akan menggelar upacara ini sebagai tanda penghormatan terakhir. Kemudian, jenazahnya akan dibawa ke makam yang terletak di tebing goa, yakni pekuburan Londa. Bersamaan dengan itu, juga dibawa sebuah boneka kayu yang telah dibuat sebelumnya, yang wajahnya sangat mirip dengan orang yang telah meninggal itu. Sedangkan, upacara Mapasilaga Tedong merupakan acara adu kerbau. Selbelumnya, akan diawali dengan parade kerbau, mulai dari jenis kerbau jantan, kerbau albino, hingga kerbau salepo yang memiliki bercak-bercak hitam di punggungnya. Setelah adu kerbau, maka akan dilanjutkan dengan prosesi pemotongan kerbau khas adat Toraja, yang disebut Ma’tinggoro Tedong. Dalam prosesi tersbeut, kerbau harus langsung mati dengan sekali tebas.
e)
Pasola(NusaTenggaraBarat)
Dalam upacara tradisional Indonesia ini, akan ada dua kelompok yang melakukan
Dalam upacara tradisional Indonesia ini, akan ada dua kelompok yang melakukan
17
“perang-perangan”.
Setiap kelompok yang terdiri atas
lebih dari 100 pemuda itu “berperang” dengan bersenjatakan tombak dari kayu
yang ujungnya tumpul, dan juga mengenakan baju perang dalam adat mereka. Pada
bulan Februari atau Maret setiap tahunnya, upacara ini akan digelar untuk
menyampaikan doa kepada Tuhan, agar panen mereka pada tahun itu bisa berhasil.
Tradisi Sedekah Bumi
Tradisi sedekah Bumi ini, merupakan salah satu bentuk ritual tradisional
masyarakat di pulau jawa yang sudah berlangsung secara turun-temurun dari nenek
moyang orang jawa terdahulu. Ritual sedekah bumi ini biasanya
dilakukan oleh mereka pada masyarakat jawa yang berprofesi sebagai petani,
nelayan yang menggantunggkan hidup keluarga dan sanak famili mereka dari
mengais rizqi dari memanfaatkan kekayaan alam yang ada di bumi. Bagi masyarakat
jawa khususnya para kaum petani dan para nelayan, tradisi ritual tahunan
semacam sedekah bumi bukan hanya merupakan sebagai rutinitas atau ritual yang
sifatnya tahunan belaka. Akan tetapi tradisi sedakah bumi mempunyai makna yang
lebih dari itu, upacara tradisional sedekah bumi itu sudah menjadi salah satu
bagian dari masyarakat yang tidak akan mampu untuk dipisahkan dari budaya jawa
.
18
Pada
acara upacara tradisi sedekah bumi tersebut umumnya, tidak banyak
peristiwa dan kegiatan yang dilakukan di dalamnya. Hanya saja, pada waktu acara
tersebut biasanya seluruh masyarakat sekitar yang merayakannya tradisi sedekah
bumi membuat tumpeng dan berkumpul menjadi satu di tempat sesepuh kampung, di
balai desa atau tempat tempat yang telah disepakati oleh seluruh masyarakat
setempat untuk menggelar acara ritual sedekah bumi tersebut.
Setelah
itu, kemudian masyarakat membawa tumpeng tersebut ke balai desa atau tempat
setempat untuk di doakan oleh sesepuh adat. setelah di doakan oleh sesepuh
adat, kemudian kembali diserahkan kepada masyarakat setempat yang membuatnya
sendiri. Nasi tumpeng yang sudah di doakan oleh sesepuh adat setempat kemudian
di makan secara ramai ramai oleh masyarakat yang merayakan acara sedekah bumi
itu. Namun, ada juga sebagian masyarakat yang membawa nasi tumpeng tersebut
yang membawanya pulang untuk dimakan beserta sanak keluarganya di rumah
masing-masing. Pembuatan nasi tumpeng ini merupakan salah satu syarat yang
harus dilaksanakan pada saat upacara tradisi tradisional itu.
Makanan
yang menjadi makanan pokok yang harus ada dalam tradisi ritual sedekah bumi
adalah nasi tumpeng dan ayam panggang. Sedangkan yang lainnya seperti minuman,
buah-buahan dan lauk-pauk hanya bersifat tambahan saja, tidak menjadi
perioritas yang utama. pada acara akhir para petani biasanya menyisakan
sebagian makanan itu dan diletakkan di sudut-sudut petak sawahnya masing-masing
sebagai Bentuk Rasa Syukur.
Dalam
puncaknya acara ritual sedekah bumi di akhiri dengan melantunkan doa
bersama-sama oleh masyarakat setempat dengan dipimpin oleh sesepuh adat. Doa
dalam sedekah bumi tersebut umumnya dipimpin oleh sesepuh kampung yang sudah
sering dan terbiasa mamimpin jalannya ritual tersebut. Ada yang sangat menarik
dalam lantunan doa yang ada dilanjutkan dalam ritual tersebut. Yang menarik
dalam lantunan doa tersebut adalah kolaborasi antara lantunan kalimat kalimat
Jawa dan dipadukan dengan doa yang bernuansa Islami.
Ritual
sedekah bumi yang sudah menjadi rutinitas bagi masyarakat jawa ini merupakan
salah satu jalan dan sebagai simbol penghormatan manusia terhadap tanah yang
menjadi sumber kehidupan.
3. TRADISI ZIARAH MAKAM LELUHUR PADA MASYARAKAT JAWA
Bagi masyarakat Jawa makam merupakan
tempat yang dianggap suci dan pantas dihormati. Makam sebagai tempat
peristirahatan bagi arwah nenek moyang dan keluarga yang telah meninggal.
Keberadaan makam dari tokoh tertentu menimbulkan daya tarik bagi masyarakat
untuk melakukan aktivitas ziarah dengan berbagai motivasi. Kunjungan ke makam
pada dasarnya merupakan tradisi agama Hindu yang pada masa lampau berupa
pemujaan terhadap roh leluhur. Candi pada awalnya adalah tempat abu jenazah
raja raja masa lampau dan para generasi penerus mengadakan pemujaan di tempat
itu. Makam, terutama makam tokoh sejarah, tokoh mitos, atau tokoh agama, juga
merupakan tujuan wisata rohani yang banyak dikunjungi wisatawan baik dalam
negeri maupun luar negeri.
19
Ziarah makam merupakan satu dari sekian tradisi yang hidup dan berkembang dalam masyarakat Jawa. Berbagai maksud dan tujuan maupun motivasi selalu menyertai aktivitas ziarah. Ziarah kubur yang dilakukan oleh orang Jawa ke makam yang dianggap keramat sebenarnya akibat pengaruh masa Jawa-Hindu. Pada masa itu, kedudukan raja masih dianggap sebagai titising dewa sehingga segala sesuatu yang berhubungan dengan seorang raja masih dianggap keramat termasuk makam, petilasan, maupun benda-benda peninggalan lainnya.
Kepercayaan masyarakat pada masa Jawa-Hindu masih terbawa hingga saat ini. Banyak orang beranggapan bahwa dengan berziarah ke makam leluhur atau tokoh tokoh magis tertentu dapat menimbulkan pengaruh tertentu. Kisah keunggulan atau keistimewaan tokoh yang dimakamkan merupakan daya tarik bagi masyarakat untuk mewujudkan keinginannya. Misalnya dengan mengunjungi atau berziarah ke makam tokoh yang berpangkat tinggi, maka akan mendapatkan berkah berupa pangkat yang tinggi pula.
Bagi masyarakat Jawa, ziarah secara umum dilakukan pada pertengahan sampai akhir bulan Ruwah menjelang Ramadhan. Pada saat itu masyarakat biasanya secara bersama-sama satu dusun atau satu desa maupun perorangan dengan keluarga terdekat melakukan tradisi ziarah ke makam leluhur. Kegiatan ziarah ini secara umum disebut nyadran. Kata nyadran berarti slametan (sesaji) ing papan kang kramat.
Selamatan (memberi sesaji) di tempat yang angker /keramat.
Kata nyadran juga memiliki pengertian lain yaitu slametan ing sasi Ruwah nylameti para leluwur (kang lumrah ana ing kuburan utawa papan sing kramat ngiras reresik tuwin ngirim kembang) selamatan di bulan Ruwah menghormati para leluhur (biasanya di makam atau tempat yang keramat sekaligus membersihkan dan mengirim bunga).
Di daerah-daerah yang mempunyai tempat bersejarah, agak berbau angker, pantai-pantai, goa-goa, yang punya kisah tersendiri biasanya mempunyai upacara adat yang disebut nyadran. Tak ubahnya dengan makna upacara-upacara adat yang lain, nyadran ini juga mengandung makna religius. Ada yang dengan jalan memasang sesaji di tempat itu selama tiga hari berturut turut, ada yang dengan cara melabuh makanan yang telah diramu dengan berbagai macam kembang. Ada pula yang mengadakan kenduri dengan makanan makanan yang enak, lalu diadakan pertunjukan besar-besaran dan sebagainya.
Kebiasaan mengunjungi makam sebenarnya merupakan pengaruh dari kebiasaan mengunjungi candi atau tempat suci lainnya di masa dahulu dengan tujuan melakukan pemujaan terhadap roh nenek moyang. Kebiasaan ini semakin mendalam jika yang dikunjungi adalah tokoh yang mempunyai kharisma tertentu, mempunyai kedudukan tertentu seperti raja, ulama, pemuka agama, tokoh mistik, dan sebagainya.
Dengan berkembangnya jaman, berkembang pula pemahaman manusia tentang ziarah, bahkan muncul berbagai maksud, tujuan, motivasi maupun daya tarik dari aktivitas ziarah ini.
Ziarah Sebagai Ungkapan Doa Bagi Arwah Leluhur
Secara umum ziarah yang dilakukan menjelang bulan Ramadhan bagi masyarakat Jawa mempunyai maksud untuk mendoakan arwah leluhur mereka. Masyarakat biasanya secara bersama-sama mengadakan kerja bakti membersihkan makam desa atau dusun dengan segala tradisi dan adat kebiasaan yang berlaku secara turun temurun.
20
Ada juga yang dilengkapi dengan
mengadakan kenduri bersama di makam, atau di rumah kepala dusun mereka. Pada
umumnya mereka mengadakan sesaji dengan tidak lupa membuat kolak dan apem.
Tradisi ini biasa disebut ruwahan, sesuai dengan bulan diadakannya yaitu bulan
Ruwah.
Bagi keluarga-keluarga tertentu biasanya telah diadakan kesepakatan untuk nyadran pada hari ke berapa dalam bulan Ruwah tersebut. Mereka yang berada jauh dari makam selalu menyempatkan diri untuk dapat bersama-sama mengunjungi makam keluarga mereka. Pada waktu ziarah tidak lupa mereka juga membawa bunga tabor untuk ditaburkan ke pusara makam keluarga mereka. Setiap keluarga biasanya mengajak serta anggota keluarga supaya mereka mengetahui dan mengenal para leluhur yang telah dimakamkan di situ. Adanya tradisi nyadran ini menimbulkan berbagai aktivitas yang muncul hanya pada saat tertentu yaitu hari-hari menjelang masyarakat melakukan kegiatan nyadran.
Aktivitas yang dapat dikatakan insidental ini seperti misalnya penjualan bunga tabur yang meningkat tajam pada hari-hari sejak pertengahan bulan Ruwah. Hal ini dikarenakan masyarakat yang nyadran sudah dipastikan akan memerlukan bunga tabor untuk nyekar di makam leluhur mereka.
Karenanya tidak aneh apabila pada saat-saat itu penjual bunga mulai marak, baik penjual yang memang biasanya sehari-hari berjualan bunga ataupun penjual bunga tiban, mereka hanya berjualan bunga pada saat-saat hari ramai nyekar.
Terkait dengan tradisi nyekar atau nyadran ini muncul pula aktivitas lain berupa jasa tenaga membersihkan makam. Di berbagai makam muncul para penyedia jasa untuk membersihkan makam keluarga tertentu dengan sedikit imbalan. Mereka biasanya berada di sekitar makam dan membersihkan makam bagi keluarga yang datang untuk ziarah.
Dalam hal ini tradisi ziarah mempunyai fungsi untuk mengingatkan kita yang masih hidup bahwa suatu saat kematian akan kita alami. Selain itu juga seperti telah disebutkan dalam uraian di atas, bahwa ziarah
makam akan menimbulkan ikatan batin antara yang masih hidup dengan leluhur yang telah meninggal.
Bagi keluarga-keluarga tertentu biasanya telah diadakan kesepakatan untuk nyadran pada hari ke berapa dalam bulan Ruwah tersebut. Mereka yang berada jauh dari makam selalu menyempatkan diri untuk dapat bersama-sama mengunjungi makam keluarga mereka. Pada waktu ziarah tidak lupa mereka juga membawa bunga tabor untuk ditaburkan ke pusara makam keluarga mereka. Setiap keluarga biasanya mengajak serta anggota keluarga supaya mereka mengetahui dan mengenal para leluhur yang telah dimakamkan di situ. Adanya tradisi nyadran ini menimbulkan berbagai aktivitas yang muncul hanya pada saat tertentu yaitu hari-hari menjelang masyarakat melakukan kegiatan nyadran.
Aktivitas yang dapat dikatakan insidental ini seperti misalnya penjualan bunga tabur yang meningkat tajam pada hari-hari sejak pertengahan bulan Ruwah. Hal ini dikarenakan masyarakat yang nyadran sudah dipastikan akan memerlukan bunga tabor untuk nyekar di makam leluhur mereka.
Karenanya tidak aneh apabila pada saat-saat itu penjual bunga mulai marak, baik penjual yang memang biasanya sehari-hari berjualan bunga ataupun penjual bunga tiban, mereka hanya berjualan bunga pada saat-saat hari ramai nyekar.
Terkait dengan tradisi nyekar atau nyadran ini muncul pula aktivitas lain berupa jasa tenaga membersihkan makam. Di berbagai makam muncul para penyedia jasa untuk membersihkan makam keluarga tertentu dengan sedikit imbalan. Mereka biasanya berada di sekitar makam dan membersihkan makam bagi keluarga yang datang untuk ziarah.
Dalam hal ini tradisi ziarah mempunyai fungsi untuk mengingatkan kita yang masih hidup bahwa suatu saat kematian akan kita alami. Selain itu juga seperti telah disebutkan dalam uraian di atas, bahwa ziarah
makam akan menimbulkan ikatan batin antara yang masih hidup dengan leluhur yang telah meninggal.
2.5 peninggalan dalam
bentuk tata negara
1. System pemerintahan
Pendidikan.
Salah
satu pengaruh peradaban Belanda atas struktur budaya Indonesia adalah
pendidikan. Sistem pendidikan Belanda bersaing dengan sistem pendidikan lokal
Indonesia yang umumnya berupa pecantrikan dan mandala. Juga, sekolah-sekolah
Belanda mulai menyaingi pesantren, lembaga pendidikan yang banyak dipengaruhi
Islam.
Sekolah, sebagai
basis proses pendidikan formal Indonesia saat ini, merupakan wujud nyata
membekasnya pengaruh Belanda. Peserta didik dibagi ke dalam lokal-lokal menurut
rombongan belajar, di setiap kelas peserta didik duduk dalam beberapa banjar
menghadap ke depan, dan guru berdiri di muka kelas selaku narasumber utama
belajar. Ini serupa dengan struktur kelas di dalam gereja sejak masa skolastik
Eropa. Namun, sistem persekolahan Belanda awalnya bersifat segregatif.
21
Ada sekolah khusus Belanda dan Eropa seperti
Europesche Lagere School (ELS), untuk Tionghoa semisal Hollands Chinese School,
ataupun Indlansche School untuk pribumi.
Ciri umum sistem
pendidikan Belanda adalah pembagian jenjang pendidikan berdasarkan tahun.
Misalnya suatu jenjang pendidikan dasar ditempuh selama lima atau enam tahun
dan lanjutannya selama tiga tahun. Selain itu, terdapat prasyarat usia sebelum
seorang peserta didik dimasukkan ke jenjang pendidikan tertentu. Sistem
pendidikan barat di Indonesia lebih serius digarap Belanda sejak abad ke-18 dan
semakin tegas tatkala Politik Etis diberlakukan tahun 1911 lewat tokoh
liberalnya, Van Deventer. Sebelum Politik Etis, tujuan pembentukan sistem
pendidikan Belanda bagi orang Indonesia sekadar untuk menyediakan tenaga ahli
yang murah untuk mengerjakan administrasi kolonial. Ini guna mengantisipasi
meluasnya wilayah kekuasaan Belanda. Luasnya wilayah kelola tentu diiringi
kerumitan serupa dalam tata administrasinya.[4]
Rumah
Tinggal. Peninggalan
budaya Belanda lain adalah rumah tinggal. Seperti diketahui, orang-orang
Belanda kebanyakan tinggal di sentra-sentra kegiatan ekonomi di mana tanah dan
material bangunannya cukup mahal. Selain orang biasa, konstruksi bangunan
Belanda juga banyak dipakai oleh keluarga-keluarga priyayi Indonesia. Misalnya
raja-raja Indonesia seperti di Banten dan Yogyakarta membangun rumah kediaman
mereka serupa dengan konstruksi rumah-rumah Belanda. Bangunan Belanda kerap
disebut puri Belanda, yang juga berfungsi sebagai basis pertahahan terakhir
tatkala terjadi perang. Umumnya, gedung perkantoran Belanda di Indonesia
dibangun bergaya Yunani-Romawi Kuno. Cirinya adalah bangunannya besar-besar,
pilar besar dan tinggi di bagian depan, hiasan doria dan ionia dari Yunani.
Budaya
Indis.
Seputar pengaruh budaya Belanda, Djoko Sukiman menjelaskan terbitnya kebudayaan
Indis. Indis adalah kebudayaan campuran antara budaya Belanda dengan Pribumi.
Indis terutama berkembang di pulau Jawa antara abad ke-18 hingga 19. Kebudayaan
Indis dapat diidentifikasi pada pelacakan pengaruh budaya Belanda atas tujuh
unsur budaya universal (yang awalnya dimiliki kalangan pribumi) yaitu bahasa,
peralatan dan perlengkapan hidup manusia, matapencarian hidup dan sistem
ekonomi, sistem kemasyarakatan, kesenian, ilmu pengetahuan dan religi.[5]
Namun, praktek budaya Indis lebih dialami masyarakat pribumi di Jawa, khususnya
kalangan menengah ke atas.
Agama. Belanda merupakan
rival Portugis dalam dominasi jalur-jalur dagang nusantara. Dominasi Portugis
berhasil dipatahkan Belanda dengan merebut Malaka dari tangan mereka tahun
1611. Dominasi Portugis di Maluku juga beralih ke tangan Belanda tahun 1621,
ketika Jan Pieterszoon Coen mendirikan pos perdagangan kumpeni (VOC) di
Kepulauan Banda.
2.6 Sosial masyarakat
Sosial budaya menurut sosiolog
koentjaraningrat adalah sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam
kehidupan masyarakat yang dilahirkan dari diri manusia dan berkembang melalui
proses pembelajaran dan sosialisasi.
22
Dengan demikian, manusia dapat dikatakan
sebagai makhluk sosial, yang senantiasa membutuhkan orang lain. Pemenuhan
kebutuhan manusia akan hubungan sosial tidak dapat dipisahkan dari keberadaan
manusia lain, terutama di Indonesia. Hal ini dikarenakan Indonesia memiliki
beragam suku, agama, ras, dan budaya. Keadaan tersebut menuntut masyarakat
untuk mampu membina dan melakukan hubungan sosial yang baik.
Hubungan sosial yang berlangsung di
masyarakat ini lambat laun dapat memengaruhi struktur sosial dan pola sosial
budaya masyarakat. Proses ini lambat laun menghasilkan nilai sosial yang khas,
seperti gotong – royong, toleransi, pangayuban, dan lain – lain. Nilai – nilai
inilah yang lama kelamaan akan mendarah daging di dalam kehidupan masyarakat,
karna dianggap bernilai baik dan positif.
Adapun kata “budaya” yang berasal dari
bahasa sansekerta, yaitu buddhayah atau
budhi yang berarti “akal”. Budaya
sendiri dapat diartikan sebagai hal – hal yang bersangkutan dengan akal.
Menurut pendapat para ahli, kata budaya merupakan perkembangan dari kata budi
dan daya, yang berarti kemampuan dari akal yang berupa cipta, rasa, dan karsa.
Dengan begitu, budaya dapat diartikan sebagai hasil dari cipta, rasa, dan karsa
manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
Selain
itu, budaya menurut J.J Heonigman
memiliki beberapa wujud, yaitu:
- Gagasan
Wujud ideal kebudayaan adalah kebudayaan yang berbentuk kumpulan ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan, dan sebagainya yang sifatnya abstrak; tidak dapat diraba atau disentuh. Wujud kebudayaan ini terletak dalam kepala-kepala atau di alam pemikiran warga masyarakat. Jika masyarakat tersebut menyatakan gagasan mereka itu dalam bentuk tulisan, maka lokasi dari kebudayaan ideal itu berada dalam karangan dan buku-buku hasil karya para penulis warga masyarakat tersebut.
- Aktivitas(tindakan)
Aktivitas adalah wujud kebudayaan sebagai suatu tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat itu. Wujud ini sering pula disebut dengan sistem sosial. Sistem sosial ini terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia yang saling berinteraksi, mengadakan kontak, serta bergaul dengan manusia lainnya menurut pola-pola tertentu yang berdasarkan adat tata kelakuan. Sifatnya konkret, terjadi dalam kehidupan sehari-hari, dan dapat diamati dan didokumentasikan.
- Artefak(karya)
Artefak adalah wujud kebudayaan fisik yang berupa hasil dari aktivitas, perbuatan, dan karya semua manusia dalam masyarakat berupa benda-benda atau hal-hal yang dapat diraba, dilihat, dan didokumentasikan. Sifatnya paling konkret di antara ketiga wujud kebudayaan. Dalam kenyataan kehidupan bermasyarakat, antara wujud kebudayaan yang satu tidak bisa dipisahkan dari wujud kebudayaan yang lain. Sebagai contoh: wujud kebudayaan ideal mengatur dan memberi arah kepada tindakan (aktivitas) dan karya (artefak) manusia.
23
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Semua peninggalan sejarah wajib kita
lestarikan demi terjaganya bukti sejarah. Sebagai warga Indonesia yang bijak
sudah selayaknya kita menjaga dan melestarikan peninggalan-peninggalan sejarah.
Daftar Pustaka
Sudiri, P. K. 1993. Sejarah
Indonesia Baru peninggalan sejarahNasio-nal sampai. Malang: IKIP Malang.
Poeponegoro, D. dkk. 1994. Sejarah
Nasional Indonesia VI. Jakarta; Balai Pustaka.
______, Tonggak Sejarah
Perjuangan Nasional, (online), tersedia: 27 Oktober 2011
Mulyoto. 1996.Sejarah Indonesia Madya I. Surakarta: FKIP UNS
12
|
24
No comments:
Post a Comment