30
Kesalahan dalam Shalat
https://www.youtube.com/watch?v=McrZfDj4o1M
30 Kesalahan dalam Shalat
"Sesungguhnya yang petama kali
akan dihisab atas seorang hamba pada hari kiamat adalah perkara shalat. Jika
Shalatnya baik, maka baik pula seluruh amalan ibadah lainnya, kemudian semua
amalannya akan dihitung atas hal itu."(HR. An Nasa'I : 463)
Banyak orang yang lalai dalam
shalat, tanpa sengaja melakukan kesalahan-kesalahan yang tidak diketahuinya,
yang mungkin bisa memubat amalan shalatnya tidak sempurna.kami akan paparkan
kesalahan yang sering terjadi dalam shalat.
1. Menunda–nunda Shalat dari waktu
yang telah ditetapkan. Hal ini
merupakan pelanggaran berdasarkan firman Allah, "Sesungguhnya shalat suatu
kewajiban yang telah ditetepkan waktunya bagi orang-orang beriman". (QS.
An-Nisa : 103)
2. Tidak shalat berjamah di masjid
bagi laki-laki. Rasullah bersabda, "Barang
siapa yang mendengar panggilan (azan) kemudina tidak menjawabnya (dengan
mendatangi shalat berjamaah), kecuali uzur yang dibenarkan". (HR. Ibnu
Majah Shahih) Dalam hadits bukhari dan Muslim disebutkan. "Lalu aku
bangkit (setelah shalat dimulai) dan pergi menuju orang-orang yang tidak
menghadiri shalat berjamaah, kemudian aku akan membakar rumah-rumah mereka
hingga rata dengan tanah."
3. Tidak tuma'minah dalam shalat. Makna tuma'minah adalah, seseorang yang melakukan shalat,
diam (tenang) dalam ruku'.i'tidal,sujud dan duduk diantara dua sujud. Dia harus
ada pada posisitersebut, dimana setiap ruas-ruas tulang ditempatkan pada
tempatnya yang sesuai. Tiak boleh terburu-buru di antara dua gerakan dalam
shalat, sampai dia seleasi tuma'ninah dalam posisi tertentu sesuai waktunya.
Nabi bersabda kepada seseorang yang tergegesa dalam shalatnya tanpa
memperlihatkan tuma;minah dengan benar, "Ulangi shalatmu, sebab kamu belum
melakukan shalat."
4. Tidak khusu' dalam shalat, dan
melakukan gerakan-gerakan yang berlebihan di dalamnya. Rasulallah bersabda, "Sesungguhnya, seseorang beranjak
setelah megnerjakan shalatnya dan tidak ditetapkan pahala untuknya kecuali
hanya sepersepuluh untuk shalatnya, sepersembilan, seperdelapan, seperenam,
seperlima, seperempat, sepertiga atau setangah darinya. " (HR. Abu Dawud, Shahih)
mereka tidak mendapat pahala shlatnya dengan sempurna disebabkan tidak adanya
kekhusyu'an dalam hati atau melakukan gerakan-gerakan yang melalaikan dalam
shalat.
5. Sengaja mendahului gerakan iman
atau tidak mengikuti gerakan-gerakannya. Perbuatan
ini dapat membatalkan shalat atau rakaat-rakaat. Merupakan suatu kewajiban bagi
mukmin untuk mengikuti imam secara keseluruhan tanpa mendahuluinya atau
melambat-lambatkan sesudahnya pada setiap rakaat shalat. Rasulallah bersabda,
"Sesungguhnya dijadikan imam itu untuk diikuti keseluruhannya. Jika ia
bertakbir maka bertakbirlah, dan jangan bertakbir sampai imam bertakbir, dan
jika dia ruku' maka ruku'lah dan jangan ruku' sampai imam ruku' ". (HR.
Bukhari)
6. Berdiri untuk melngkapi rakaat
yang tertinggal sebelum imam menyelesaikan tasyahud akhir dengan mengucap salam
ke kiri dan kekanan. Rasulallah bersabda, "Jangan
mendahuluiku dalam ruku', sujud dan jangan pergi dari shalat
(Al-Insiraf)". Para ulama berpedapat bahwa Al-Insiraf, ada pada tasyahud
akhir. Seseorang yang mendahului imam harus tetap pada tempatnya sampai imam
menyelesaikan shalatnya (sempurna salamnya). Baru setalah itu dia berdiri dan
melengkapi rakaat yang tertinggal.
7. Melafadzkan niat. Tidak ada keterangan dari nabi maupun dari para sahabat
bahwa meraka pernah melafadzkan niat shalat. Ibnul Qayyim rmh menyatakan dalam
Zadul-Ma'ad "Ketika Nabi berdiri untuk shalat beliau mengucapkan
"Allahu Akbar", dan tidak berkata apapun selain itu. Beliau juga
tidak melafalkan niatnya dengan keras.
8. Membaca Al-Qur'an dalam ruku'
atau selama sujud. Hal ini dilarang, berdasarkan
sebuah riwayat dari Ibnu Abbas, bahwa Nabi bersabda, "saya telah dilarang
untuk membaca Al-Qur'an selama ruku' atau dalam sujud." (HR. Muslim)
9. Memandang keatas selama shalat
atau melihat ke kiri dan ke kanan tanpa alasan tertentu. Rasulallah bersabda, "Cegalah orang-orang itu untuk
mengangkat pandangan keatas atau biarkan pandangan mereka tidak kembali
lagi". (HR. Muslim)
10. Melihat ke sekeliling tanpa ada
keperluan apapun. Diriwayatkan dari Aisyah, bahwa ia
berkata, "Aku berkata kepada Rasulallah tentang melihat ke sekeliling
dalam shalat Beliau menjawab, "Itu adalah curian yang sengaja dibisikan
setan pada umat dalam shalatnya". (HR. Bukhari)
11. Seorang wanita yang tidak
menutupi kepala dan kakinya dalam shalat. Sabda
Rasulallah, "Allah tidak menerima shalat wania yang sudah mencapai
usia-haid, kecuali jiak dia memakai jilbab (khimar)". (HR. Ahmad)
12. Berjalan di depan orang yang
shalat baik orang yang dilewati di hadapanya itu sebagai imam, maupun sedang
shalat sendirian dan melangka (melewati) di antara orang selama khutbah shalat
Jum'at. Rasulallah bersabda, "Jika
orang yang melintas didepan orang yang sedang shalat mengetahui betapa beratnya
dosa baginya melakukan hal itu, maka akan lebih baik baginya untuk menunggu
dalam hitungan 40 tahun dari pada berjalan didepan orang shalat itu". (HR.
Bukhari dan Muslim). Adapun lewat diantara shaf orang yang sedang shalat
berjamaah, maka hal itu diperbolehkan menurut jumhur bedasarkan hadits Ibnu
Abbas : "Saya datang dengan naik keledai, sedang saya pada waktu itu
mendekati baligh. Rasulallah sedang shalat bersama orang –orang Mina menghadap
kedinding. Maka saya lewat didepan sebagian shaf, lalu turun dan saya biarkan
keledai saya, maka saya masuk kedalam shaf dan tidak ada seorangpun yang
mengingkari perbuatan saya". (HR. Al-Jamaah). Ibnu Abdil Barr berkata,
"Hadits Ibnu Abbas ini menjadi pengkhususan dari hadits Abu Sa'id yang
berbunyi "Jika salah seorang dari kalian shalat, jangan biarkan
seseorangpun lewat didepannya". (Fathul Bari: 1/572)
13. Tidak mengikuti imam (pada
posisi yang sama) ketika datang terlambat baik ketika imam sedang duduk atau
sujud. Sikap yang dibenarkan bagi
seseorang yang memasuki masjid adalah segera mengikuti imam pada posisi
bagaimanapun, baik dia sedang sujud atau yang lainnya.
14. Seseorang bermain dengan pakaian
atau jam atau yang lainnya. Hal
ini mengurangi kekhusyu'an. Rasulallah melarang mengusap krikil selama shalat,
karna dapat merusak kekhusyu'an, Beliau bersabda, "Jika salah seorang dari
kalian sedang shalat, cegahlah ia untuk tidak menghapus krikil sehingga ampunan
datang padanya". (Hadits Shahih Riwayat Ahmad)
15. Menutup mata tanpa alasan. Hal ini makruh sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnul Qayyim
Al-Jauziyah, "Menutup mata buka dari sunnah rasul". Yang terbaik
adalah, jika membuka mata tidak merusak kekhusyu'an shalat, maka lebih baik
melakukannya. Namun jika hiasan, ornament dsn sebagainya disekitar orang yang
shalat atau antara dirinya dengan kiblat mengganggu konsentrasinya, maka
dipoerbolehkan menutup mata. Namun demikian pernyataan untuk melakukan hal itu
dianjurkan (mustahab) pada kasus ini. Wallahu A'lam.
16. Makan atau minum atau tertawa. "Para ulama berkesimpulan orang yang shalat dilarang
makan dan minum. Juga ada kesepakatan diantara mereka bahwa jika seseorang
melakukannya dengan sengaja maka ia harus mengulang shalatnya.
17. Mengeraskan suara hingga
mengganggu orang-orang di sekitarnya.
Ibnu Taimuiyah menyatakan, "Siapapun yang membaca Al-Qur'an dan orang lain
sedang shlat sunnah, maka tidak dibenarkan baginya untuk membacanya dengan
suara keras karean akan mengganggu mereka. Sebab, Nabi pernah meninggalkan
sahabat-sahabatnya ketika merika shalat ashar dan Beliau bersabda, "Hai
manusia setip kalian mencari pertolongan dari Robb kalian. Namun demikian,
jangan berlebihan satu sama lain dengan bacaan kalian".
18. Menyela di antara orang yang
sedang shalat. Perbuatan ini teralarang, karena
akan mengganggu. Orang yang hendak menunaikan shalat hendaknya shalat pada
tempat yang ada. Namun jika ia melihat celah yang memungkinkan baginya untuk
melintas dan tidak mengganggu, maka hal ini di perbolehkan. Larangan ini lebih
ditekankan pada jama'ah shalat Jum'at, hal ini betul-betul dilarang. Nabi
bersabda tentang merka yang melintasi batas shalat, "Duduklah! Kamu
mengganggu dan terlambat datang".
19. Tidak meluruskan shaf. Nabi bersabda, "Luruskan shafmu, sesungguhnya
meluruskan shaf adalah bagian dari mendirikan shalat yang benar" (HR.
Bukhari dan Muslim).
20. Mengangkat kaki dalam sujud. Hal ini bertentangan dengan ynag diperintahkan sebagaimana
diriwayatkan dalam dua hadits shahih dari Ibnu Abbas, "Nabi telah
memerintah bersujud dengan tujuh anggota tubuh dan tidak mengangkat rambur atau
dahi (termasuk hidung), dua telapak tangan, dua lutut, dan dua telapak
kaki." Jadi seseorang yang shalat (dalam sujud), harus dengan dua telapak
kaki menyentuk lantai dan menggerakan jari-jari kaki menghadao kiblat. Tiap bagian
kaki haris menyentuk lantai. Jika diangkat salah satu dari kakinya, sujudnya
tidak benar. Sepanjang dia lakukanutu dalam sujud.
21. Meletakkan tangan kiri dia atas
tangan kanan dan memposisikannya di leher. Hal
ini berlawanan dengan sunnah karena Nabi meletakkan tangan kanan di atas tangan
kiri dan meletakkan keduanya di dada beliau. Ini hadits hasan dari beberapa
sumber yang lemah di dalamya. Tapi dalam hubungannya saling menguatkan di
antara satu dengan lainnya.
22. Tidak berhati-hati untuk
melakukan sujud dengan tujuh angota tubuh (seperti dengan hidung, kedua telapak
tangan, kedua lutuk dan jari-jari kedua telapak kaki). Rasulallah bersabda, "Jika seorang hamba sujud, maka
tujuh anggota tubuh harus ikut sujud bersamanya: wajah, kedu telapak tangan
kedua lutut dan kedua kaki". (HR. Muslim)
23. Menyembunyikan persendian tulang
dalam shalat. Ini adala perbuatan yang tidak
dibenarkan dalam shalat. Hal ini didasarkan pad sebuah hadits dengan sanad yang
baik dari Shu'bah budak Ibnu Abbas yang berkata, "Aku shalat di samping
Ibnu Abbas dan aku menyembunyikan persedianku." Selesai shalat di berkata,
"Sesungguhnya kamu kehilangan ibumu!, karena menyembunyikan persendian
ketika kamu shalat!".
24. Membunyikan dan mepermainkan
antar jari-jari (tasbik) selama dan sebelum shalat. Rasulallah, "Jika salah seorang dari kalian wudhu dan
pergi kemasjid untuk shalat, cegahlah dia memainkan tangannya karena (waktu
itu) ia sudah termasuk waktu shalat." (HR. Ahmad, Abu Dawud, At-Tirmidzi)
25. Menjadikan seseorang sebagai
imam, padahal tidak pantas, dan ada orang lain yang lebih berhak. Merupakan hal yang penting, bahwa seorang imam harus
memiliki pemahaman tentang agama dan mampu membaca Al-Qur'an dengan benar.
Sebagaimana sabda Nabi "Imam bagi manusia adalah yang paling baik membaca
Al-Qur'an" (HR. Muslim)
26. Wanita masuk ke masjid dengan
mempercantik diri atau memakai harum-haruman. Nabi bersabda, "Jangan biarkan perempuan yang berbau
harum menghadiri shalat isya bersama kita." (HR. Muslim)
27. Shalat dengan pakaian yang
bergambar, apalagi gambar makhluk bernyawa.
Termasuk pakaian yang terdapat tulisan atau sesuatu yang bisa merusak
konsentrasi orang yang shalat di belakangnya.
28. Shalat dengan sarung, gamis dan
celana musbil melebihi mata kaki). Banyak
hadits rasulallah yang meyebutkan larangan berbuat isbal diantaranya : A.
Rasulallah bersabda : sesungguhnya allah tidak menerima shalat seseorang lelaki
yang memakain sarung dengan cara musbil." (HR. Abu Dawud (1/172 no. 638);
B. Rasulallah bersabda : Allah tidak (akan) melihat shalat seseorang yang
mengeluarkan sarungnya sampai kebawah (musbil) dengan perasaan sombong."
(Shahih Ibnu Khuzaimah 1/382); C. Rasulallah bersabda : "Sarung yang
melebihi kedua mata kaki, maka pelakunya di dalam neraka." (HR.Bukhari :
5887)
29. Shalat di atas pemakaman atau
menghadapnya. Rasulallah bersabda, "Jangan
kalian menjadikan kuburan sebagai masjid. Karena sesungguhnya aku telah
melarang kalian melakukan hal itu." (HR. Muslim : 532)
30. Shalat tidak menghadap ke arah
sutrah (pembatas). Nabi melarang perbuatan tersebut
seraya bersabda : "Apabila salah seorang diantara kalian shalat menghadap
sutrah, hendaklah ia mendekati sutahnya sehingga setan tidak dapat memutus
shalatnya. (Shahih Al-Jami' : 650) Inilah contoh perbuatan beliau "Apabila
beliau shalat di tempat terbuka yang tidak ada seorangpun yang menutupinya,
maka beliau menamcapkan tombak di depannya, lalu shalat menghadap tombak
tersebut, sedang para sahabat bermakmum di belakangnya. Beliau tidak membiarkan
ada sesuatu yang lewat di antara dirinya dan sutrah tresebut." Shifat
Shalat Nabi karya Al-Albani (hal : 55)
Dirangkum dari "40 Kesalahan Shalat oleh Syaikh
Muhammad Jibrin & Al Qaulu Mubin fi Akhthail Mushallin, Syaikh Mansyhur
Hasan Salman. Dan Diterbikan Oleh Al-Amin Publising
Bid’ahkah Berjabat Tangan
Setelah Sholat?
ibnuabbaskendari.wordpress.com
Berjabatan tangan setelah dzikir
bersama seusai sholat merupakan kebudayaan yang sudah ‘menasional’. Meskipun
acara ini sudah terpisah dari dzikir, tetapi sudah dianggap masyarakat sebagai
suatu bagian yang tidak terpisahkan dari dzikir seusai sholat berjama’ah. Oleh
karena itu, tidak lengkap rasanya, jika pembahasan koreksi kesalahan seputar
dzikir setelah sholat tidak membahas masalah ini.
Makna Jabat Tangan
Keutamaan Jabat Tangan
Jabat tangan yang dilakukan oleh
seorang muslim dengan muslim lainnya (dengan ikhlash dan kecintaan)
apabila bertemu akan menggugurkan dosa-dosanya. Hal ini
sesuai dengan perkataan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam :
إن
المؤمن إذا لقي المؤمن فسلم عليه و أخذ بيده فصافحه تناثرت خطاياهما كما يتناثر
ورق الشجر
“Sesungguhnya seorang mukmin yang
apabila bertemu dengan mukmin lainnya mengucapkan salam dan
mengambil tangannya untuk berjabat tangan, maka pasti akan gugur dosa-dosa
mereka berdua, sebagaimana gugurnya daun dari pohonnya” [Shahih, lihat Silsilah Ash-Shahiihahnomor
526, 2004, dan 2692].
Juga perkataan beliau dari Barra’
bin ‘Azib radliyallaahu ‘anhu :
ما
من مسلمين يلتقيان فيتصافحان إلا غفر لهما قبل أن يتفرقا
Etika Berjabat Tangan
1. Berjabat tangan dengan wajah
yang berseri-seri
Imam Nawawi rahimahullah mengatakan,
“Disunatkan dalam berjabat tangan dengan wajah yang berseri-seri. Berdasarkan
hadits Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
لَا
تَحْقِرَنَّ مِنْ الْمَعْرُوفِ شَيْئًا وَلَوْ أَنْ تَلْقَى أَخَاكَ بِوَجْهٍ
طَلْقٍ
Janganlah kamu meremekan suatu
kebaikkan apapun sekalipun hanya menjumpai saudaramu dengan wajah yang berseri-seri”.
Diriwayatkan oleh Muslim dari hadits Abu Dzar Radhiyallahu anhu [Shahih Muslim
(no. 2626)], dan masih banyak hadits lainnya yang membicarakan tentang hal
ini.”[Al-Majmu’ Syarh al-Muhazzab (4/476)]
2. Berjabat tangan dengan satu
tangan.
Etika ini di ambil dari hadits yang
memerintahkan untuk bermushafahah (berjabat tangan) karena itulah makna
berjabat tangan secara etimologi.
Syaikh al-Albâni rahimahullah
berkata, “Memegang dengan satu tangan dalam berjabat tangan. Sungguh telah
terdapat penjelasanya dalam banyak hadits, bahkan asal usul lafadz mushâfahah
secara etimologi menunjukkan hal ini. Dalam kamus Lisânul Arab :
“al-Mushâfahah” artinya memegang dengan satu tangan, dan begitu juga
at-tashâfuh.
Dan mushafahah dalam hadits
bermushafahah (berjabat tangan) tatkala berjumpa, termasuk dalam makna ini.
Mushafahah adalah perbuatan yang saling melengketkan telapak tangan dengan
telapak tangan dan wajah menghadap wajah (saling berhadapan)”.
Kemudian beliau membawakan hadits
Hudzaifah diatas tentang keutamaan berjabat tangan seraya berkata : “Seluruh
hadits-hadits ini menunjukkan bahwa yang sunnah dalam berjabat tangan adalah
memegang dengan satu tangan. Sedangkan apa yang dilakukan oleh sebagian orang
yang berjabat tangan dengan dua tangan adalah perbuatan yang menyelisihi
sunnah.” [Silsilah ash-Shahihah (1/22-23)]
3. Tidak membungkuk Saat
berjabat tangan, karena ini dilarang dalam agama.
Anas bin Malik Radhiyallahu anhu
berkata :
قَالَ
رَجُلٌ يَا رَسُولَ اللَّهِ الرَّجُلُ مِنَّا يَلْقَى أَخَاهُ أَوْ صَدِيقَهُ
أَيَنْحَنِي لَهُ قَالَ لَا قَالَ أَفَيَلْتَزِمُهُ وَيُقَبِّلُهُ قَالَ لَا قَالَ
أَفَيَأْخُذُ بِيَدِهِ وَيُصَافِحُهُ قَالَ نَعَمْ
Seseorang bertanya, ‘Wahai
Rasûlullâh, salah seorang dari kami berjumpa dengan saudaranya atau temannya,
apakah ia menundukkan punggung kepadanya?’ Beliau menjawab, ‘Tidak,’ Apakah ia
merangkul dan menciumnya ?’ Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,
‘Tidak,’ Apakah ia memegang tangannya kemudian ia berjabat tangan dengannya?’
Beliau menjawab, ‘Ya” [HR at-Tirmizi (no.2728). ia berkata: “Hadits hasan”].
Imam Nawawi rahimahullah mengatakan
“Makruh hukumnya menundukkan punggung dalam segala kondisi bagi sesorang,
berdasarkan hadits Anan di atas, “Apakah kami menundukkan punggung” Beliau n
menjawab, “Tidak”, dan tidak ada yang menyelisihi hadits ini. Dan jangan kamu
tertipu dengan mayoritas orang yang melakukannya seperti orang-orang yang
dianggap berilmu atau shâlih dan semisal mereka.” [Al-Majmu’ Syarh al-Muhazzab,
Imam Nawawi (4/635)] {http://almanhaj.or.id/content/3337/slash/0/berjabat-tangan-sunnahkah/}
Kapan Dianjurkan Berjabat Tangan?
Hadits di atas menunjukkan bahwa
secara umum disyaria’atkan bagi seorang muslim berjabat tangan dan mengucapkan
salam saat berjumpa dengan sesama muslim sebagaimana
hadits yang telah jelas diatas, demikian kebiasaan para sahabat seperti yang
dikatakan oleh asy-Sya’bi :
“Biasanya para sahabat Nabi
jika saling berjumpa, mereka saling berjabat tangan, dan jika
datang dari bepergian jauh mereka berpelukan.” (HR. Thobroni dalam al-Ausath : 3/270, Baihaqi :
7/100, dan dishohihkan oleh al-Albani dalam Silsilah Shohihah: 2647.)
Demikian juga disyari’atkan untuk
saling berjabat tangan dan mengucapkan salam ketika hendak saling
berpisah, sebagaimana keumuman hadits al-Baro’ bin Azib, beliau berkata :
“Termasuk di antara kesempurnaan penghormatan
adalah jika engkau menjabat tangan saudaramu.” (Riwayat ini shohih, semua
perawinya tsiqoh, lihat Silsilah al-Ahadits
adh-Dho’ifah 1288).
Syaikh al-Albani rahimahullah mengatakan,
“Siapa yang meneliti hadits-hadits tentang (anjuran) berjabat tangan
ketika saling berjumpa akan menjumpai hadits-hadits
tersebut lebih kuat dibandingkan hadits-hadits anjuran
berjabat tangan ketika saling berpisah, maka siapa yang
mengerti dirinya, akan menarik kesimpulan bahwa saling berjabat tangan yang
kedua (saat berpisah) anjurannya tidak sama tingkatannya dengan anjuran
berjabat tangan yang pertama (saling berjumpa), yang pertama adalah sunnah,
sedangkan yang kedua hanya dianjurkan, adapun perkataan bahwa (berjabat tangan
saat berpisah) itu adalah bid’ah, maka perkataan ini tidak benar sebagaimana
dalil yang kami sampaikan.” (Silsilah al-Ahadits ash-Shohihah :
1/52) [http://ibnuabbaskendari.wordpress.com/2012/01/24/berjabat-tangan-usai-sholat-sunnah-atau-bidah/]
Dalam konteks shalat berjama’ah di
masjid pun, jabat tangan ini hanya dilakukan ketika memasuki masjid dan terjadi
pertemuan antara seseorang dengan yang lainnya. Hal ini sebagaimana
tergambar dalam riwayat :
عن
عبد الله بن عمر يقول : خرج رسول الله صلى الله عليه وسلم إلى قباء يصلي فيه قال
فجاءته الأنصار فسلموا عليه وهو يصلي قال فقلت لبلال كيف رأيت رسول الله صلى الله
عليه وسلم يرد عليهم حين كانوا يسلمون عليه وهو يصلي قال يقول هكذا وبسط كفه وبسط
جعفر بن عون كفه وجعل بطنه أسفل وجعل ظهره إلى فوق
Dari ’Abdillah bin ’Umar
radliyallaahu ’anhuma ia berkata : ”Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam
keluar menuju Masjid Quba’ dan melakukan shalat di dalamnya. Maka datanglah
sekelompok shahabat Anshar mendatangi beliau dan mereka mengucapkan salam
ketika beliau sedang shalat”. Maka aku (Ibnu ’Umar) berkata kepada Bilaal :
”Bagaimana engkau melihat Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam menjawab
salam mereka padahal ketika itu beliau sedang shalat ?”. Maka Bilal menjawab :
”Seperti ini”. Bilal membuka telapak tangannya. Ja’far bin ’Aun (perawi hadits
ini – menjelaskan apa yang dijelaskan oleh Bilaal dengan mempraktekkan) membuka
telapak tangannya dengan cara menjadikan telapak tangannya menhadap ke bawah, dan
punggung telapak tangannya menghadap atas” [HR. Abu Dawud no. 927; shahih].
Juga sebagaimana kisah Ka’b bin
Malik yang masyhur dimana ia menceritakan :
…..حَتَّى
دَخَلْتُ الْمَسْجِدَ فَإِذَا رسولُ الله صلى الله عليه وسلم جَالِسٌ حَوْلَه
النَّاسُ ، فَقَامَ طَلْحَةُ بْنُ عُبَيْدِ اللهِ رضي الله عنه يُهَرْوِلُ حَتَّى
صَافَحَني وَهَنَّأَنِي…..
”….Hingga ketika aku masuk masjid,
ternyata Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam sedang duduk dikerumuni oleh
orang-orang. Maka berdirilah Thalhah bin ’Ubaidillah radliyallaahu ’anhu
berlari-lari kecil untuk menjabat tanganku dan mengucapkan selamat kepadaku…”
[HR. Bukhari no. 4156 dan Muslim no. 2769]. (http://abul-jauzaa.blogspot.sg/2008/08/berjabat-tangan-seusai-shalat.html)
Hukum Mengkhususkan Jabat Tangan
Setelah Sholat
Telah kita ketahui bersama bahwa
mengucap salam dan berjabat tangan dianjurkan kapan saja ketika sesama
muslim saling berjumpa dan hendak berpisah. Sementara itu, tidak diketahui pada
seorang pun dari kalangan para sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam serta generasi berikutnya, bahwa mereka usai sholat langsung
menyalami orang yang dikanan dan kirinya. Seandainya hal itu dilakukan oleh
salah satu dari mereka, niscaya akan dijelaskan oleh para ulama dan akan sampai
keterangannya kepada kita – walaupun hanya dengan hadits yang lemah, padahal
kenyataannya tidak ada satu pun hadits yang menerangkan hal itu, bahkan banyak
para ulama yang menegaskan bahwa hal itu merupakan perbuatan bid’ah.
(Lihat al-Qoulul Mubin fi Akhtho’il Mushollin karya Masyhur
Hasan Salman hlm. 293-294) [http://ibnuabbaskendari.wordpress.com/2012/01/24/berjabat-tangan-usai-sholat-sunnah-atau-bidah/]
Agar hukum masalah ini lebih jelas,
berikut kami tampilkan perkatan ‘ulama dari berbagai madzhab
1.
‘Ulama madzhab Hanafiyah
a. Imam Ibnu ‘Abidin dalam
kitab Hasyiyah-nya (6/381) berkata :
“Akan tetapi, dapatlah dikatakan bahwa
menjadikan hal itu sebagai rutinitas yang dilakukan setelah selesai shalat
yang lima waktu (itu merupakan satu kesalahan), sebab nanti orang-orang awam
akan meyakini perbuatan itu sebagai suatu amalan yang sunnah yang biasa
dilakukan pada tempat-tempat tersebut. Dan mereka juga akan meyakini bahwa
perbuatan tersebut memiliki kelebihan tertentu dibandingkan amalan-amalan
lainnya. Padahal mereka jelas-jelas menyatakan bahwa amalan tersebut tidak
pernah dikerjakan oleh seorangpun dari kaum salaf pada tempat-tempat
tersebut (yaitu jabat tangan seusai shalat). Begitulah juga ketika mereka
menyatakan sunnahnya bagi kita untuk membaca tiga macam surat (Al-Ikhlash,
Al-Falaq, dan An-Naas di dalam raka’at terakhir pada) shalat witir, bersamaan
dengan itu mereka juga menganjurkan untuk meninggalkannya sesekali waktu, agar
hal tersebut tidak dianggap wajib hukumnya. Dan telah dinukil dalam kitab Tabyiinil-Mahaarim dari Al-Multaqith;
tentang pendapat dibencinya berjabat tangan setelah selesai
shalat dalam keadaan bagaimanapun juga. Hal itu disebabkan para shahabat
tidaklah berbuat hal tersebut, dan hal itu merupakan sunnahnya kaum Rafidlah”
( = yaitu sebuah kelompok sesat).
b. Syaikh Mullah Ali Al-Qari
Al-Hanafy telah berkata :
“Dimana posisi perbuatan ini dalam
sunnah yang disyari’atkan (baca : Mana dalil tentang sunnahnya perbuatan ini –
yaitu berjabat tangan seusai shalat) ? Untuk itulah, maka sebagian ulama kami
telah memakruhkannya (membencinya) bila dilakukan pada saat
tersebut (yaitu seusai shalat), dan hal tersebut termasuk perbuatan bid’ah
yang tercela” [lihat kitabTuhfatul-Ahwadzi Syarah Sunan At-Tirmidzi 7/427
oleh Al-Mubarakfury].
c. Syaikh Shafiyyurrahman
Al-Mubarakfury berkata setelah menukil perkataan Al-Qaariy dan Al-Hafidh Ibnu
Hajar :
”Perkaranya adalah sebagaimana
dikatakan oleh Al-Qaariy dan Al-Haafidh” [Tuhfatul-Ahwadzi Syarah Sunan
At-Tirmidzi 7/427 oleh Al-Mubarakfury]. {Yaitu beliau menyepakati
perkataan Al-Qaariy dan Al-Haafidh tentang bathilnya pemutlakan pembagian
bid’ah menjadi lima (yaitu bid’ah waajibah, bid’ah
muharramah,bid’ah makruuhah, bid’ah mustahabbah,
dan bid’ah mubaahah) dan bid’ahnya perbuatan berjabat tangan seusai
shalat. Silakan lihat dalam referensi yang telah ditunjukkan.}
2.
Ulama madzhab Malikiyyah
Imam Ibnul-Hajj Al-Maliki berkata
dalam kitabnya Al-Madkhal (2/219) :
“Dan patut baginya untuk melarang
untuk melarang manusia dari melakukan apa yang telah mereka ada-adakan (dalam
agama ini dengan) berjabat tangan setelah selesai shalat ‘Asar, shalat Shubuh,
dan shalat Jum’at. Dan bahkan pada saat ini mereka juga telah melakukannya pula
setelah shalat yang lima waktu. Semua itu termasuk perbuatan bid’ah
(yang terlarang). Adapun tempat yang benar (yang telah dibenarkan
dalam agama) untuk melakukan jabat tangan itu adalah di saat seorang muslim
bertemu dengan saudaranya (yang muslim). Bukannya di setiap selesai dari shalat.
Ketika agama ini mengajarkan kita demikian, maka hendaklah kita cukup
mengikutinya saja (tanpa menambah-nambah). Maka wajib untuk melarang mereka
dari berbuat hal tersebut. Dan hendaklah orang yang berbuat hal itu dicela
lantaran apa yang telah ia perbuat menyelisihi sunnah” [lihat juga kitab Tahiyyatus-Salaam
fil-Islaam 2/842].
3. Ulama
madzhab Syafi’iyyah
a. Imam Ibnu Hajar Al-Haitami
Asy-Syafi’i berkata :
“(Perbuatan seperti itu – yaitu
berjabat tangan setelah shalat) termasuk perbuatan bid’ah yang dibenci.
Tidak ada asal-usulnya dalam agama ini. Dan wajib bagi setiap orang yang
melakukannya untuk diperingati dalam kali yang pertama dan dihukum ta’zir pada
kali yang kedua” [lihat Hasyiyah Ibnu ‘Abidin 6/381].
Beliau juga berkata :
“Yang telah ditunjuki dengan jelas
oleh dalil-dalil sunnah, dan juga yang telah diungkapkan secara jelas oleh
An-Nawawi dan yang lainnya adalah bahwa ketika terjadi pertemuan antara dua
orang (muslim), maka disunnahkan atas setiap dari mereka untuk menjabat tangan
saudaranya itu. Dan ketika hal itu tidak terjadi (yaitu pertemuan antara dua
orang muslim) seperti berkumpulnya mereka dalam satu majelis dan tidak berpisah
di antara mereka, maka tidaklah disunnahkan. Sama halnya dengan ini
semua adalah (apa yang biasa diperbuat oleh kebanyakan orang) yang berjabat
tangan seusai shalat, walaupun itu adalah shalat ‘Ied, atau juga (pertemuan
untuk) pelajaran, ataupun juga hal-hal yang selain dari keduanya, bahkan kapan
saja terjadi pertemuan antara keduanya,…. ketika ada kemungkinan perpisahan
antara keduanya, maka hal itu disunnahkan. Sebaliknya, ketika tidak ada
kemungkinan itu, maka tidak disunnahkan” [Al-Fataawaa Al-Kubraa 4/245].
b. Imam Al-‘Izz bin Abdis-Salaam
mencela perbuatan ini dengan perkataannya :
”Berjabat tangan seusai shalat
Shubuh dan ’Asar termasuk perbuatan bid’ah. Kecuali bagi orang yang
baru datang dalam sebuah majelis lalu ia berjabat tangan dengan orang lain
sebelum shalat. Sebenarnya, berjabat tangan merupakan hal yang disyari’atkan
ketika seseorang baru datang. Adalah Nabi shallallaahu ’alaihi wasallam ketika
shalat usai, beliau melakukan dzikir-dzikir yang disyari’atkan, beristighfar
tiga kali, kemudian setelah itu beliau baru menyingkir. Dan telah diriwayatkan
bahwasannya beliau berdoa : ”Wahai Tuhanku, jagalah aku dari siksa-Mu
pada hari Engkau membangkitkan semua hamba-Mu”. Dan segala kebaikan
hanyalah ada pada sikap itiiba’ (mengikuti) Rasul shallallaahu ’alaihi
wasallam ” [Fataawaa Al-’Izz bin ’Abdis-Salaam hal.
46-47].
c. Al-Hafidh Ibnu Hajar Al-‘Asqalani
(pensyarah kitab Shahih Al-Bukhari) telah menyangkal orang yang
memperbolehkan perbuatan itu dalam Fathul-Baari (12/324).
4.
Ulama madzhab Hanabilah
Syaikhul-Islam Ibnu Taimiyyah
menyatakan dalam kitab Majmu’ Fataawaa-nya (23/339) :
Beliau ditanya tentang (hukum)
berjabat tangan setelah selesai shalat : “Apakah perbuatan ini termasuk Sunnah
atau bukan ?”
Kemudian beliau menjawab :
“Alhamdulillah,…. berjabat tangan setelah selesai shalat itu bukanlah termasuk
perbuatan yang disunnahkan. Akan tetapi hal itu termasuk perbuatan bid’ah.
Allaahu a’lam”.
5.
Ulama masa kini
a. Para ulama yang tergabung
dalam Al-Lajnah Ad-Daaimah lil-Buhuts wal-Ifta’ (Komisi Tetap
Riset/Pembahasan dan Fatwa) Saudi Arabia pernah ditanya hal sebagai berikut :
“Apakah hukumnya berjabat tangan
kepada seseorang yang telah selesai dari shalat dan mengucapkan salam kepada
imam serta kepada orang-orang yang berada di samping kanan dan kirinya ?”
Maka mereka menjawab sebagai berikut
:
“Apabila orang itu belum berjabat
tangan ketika bertemu dengannya sebelum dia shalat, maka dia boleh untuk
menjabat tangannya setelah dia salam, baik shalat yang wajib maupun
sunat/nafilah, baik jama’ah yang ada di kiri maupun di kanannya. Dan apabila
setelah shalat wajib, maka dia melaksanakan itu (yaitu berjabat tangan) adalah
waktu selesai dzikir setelah selesai shalat. Adapun perbuatan makmum yang
menyampaikan salam kepada imam setelah selesai dari shalat, maka kami belum
mengetahui adanya sesuatupun (dalil) yang khusus (menerangkan) hal itu” [Fataawaa
Al-Lajnah Ad-Daaimah no. 3866].
b. Abul-Hasan Abdul-Hay Al-Luknawy
(seorang fuqaahaa dan ahli hadits dari negeri India) berkata :
“Telah
tersebar luas perbuatan bid’ah dan fitnah pada jaman kita
sekarang ini di berbagai belahan negeri, yaitu dua hal yang sudah selayaknya
patut untuk ditinggalkan :
Pertama, bahwasannya mereka tidak mengucapkan salam ketika masuk ke
masjid pada waktu shalat Shubuh. Akan tetapi mereka langsung masuk begitu saja
dan mengerjakan shalat sunnah. Baru setelah itu mereka mengerjakan shalat
fardlu. Mereka malah mengucapkan salam kepada sesama mereka setelah shalat
telah usai. Ini adalah perbuatan yang buruk/jelek. Sesungguhnya mengucapkan
salam itu hanyalah disunnahkan ketika adanya perjumpaan, sebagaimana yang telah
tetap hal itu dalam hadits. (Mengucapkan salam itu) bukan dilakukan di
tengah-tengah majelis yang sedang berlangsung.
Kedua, bahwasannya mereka berjabat tangan seusai shalat Shubuh, shalat
’Asar, shalat ’Iedain, dan shalat Jum’at dengan berkeyakinan bahwa hal itu
disyari’atkan. Padahal berjabat tangan itu hanyalah dilakukan di awal
perjumpaan saja” [As-Si’aayah hal. 264].
Beliau menambahkan :
”Di antara ulama yang melarang
berjabat tangan seusai shalat adalah Ibnu Hajar Al-Haitamiy Asy-Syafi’iy dan
Quthbuddin bin ’Alaauddin Al-Makkiy Al-Hanafiy. Adapun Al-Faadlil Ar-Ruumiy
dalam kitab Majaalisul-Abraar mengklasifikasikannya sebagai
perbuatan bid’ah yang keji, dimana ia berkata : ’Berjabat tangan
itu adalah perbuatan yang baik ketika bertemu, Adapun jika dilakukan selain
waktu tersebut, seperti berjabat tangan seusai shalat Jum’at dan ’Iedain
sebagaimana yang menjadi tradisi pada jaman kita, tidak ada hadits yang
menjelaskan/mengajarkan hal seperti itu. Maka tinggallah perbuatan tersebut
(dilakukan) tanpa adanya dalil, hingga harus dikatakan pada pembahasan ini :
Segala sesuatu yang tidak memiliki dalil, maka ia adalah tertolak dan tidak
boleh untuk diikuti” [idem].
”Selain itu para fuqahaa dari
kalangan Hanafiyyah, Syafi’iyyah, dan Malikiyyah secara jelas membenci
perbuatan tersebut dan menganggapnya sebagai perbuatan bid’ah. Dan
dikatakan dalam kitabAl-Multaqath : ’Berjabat tangan seusai shalat
merupakan perbuatan yang dibenci dalam segala kondisi. Hal itu dikarenakan para
shahabat tidaklah berjabat tangan seusai shalat. Justru hal tersebut merupakan
perbuatan kaum Rafidlah. Telah berkata Ibnu Hajar dari kalangan ulama
Syafi’iyyah : ’Apa yang dilakukan manusia dari perbuatan berjabat tangan seusai
shalat lima waktu adalah perbuatan yang dibenci (makruh), tidak ada asalnya
dalam syari’at” [idem]. (http://abul-jauzaa.blogspot.sg/2008/08/berjabat-tangan-seusai-shalat.html)
d. Syaikh Abdullah bin
Abdurrahman Al Jibrin mengatakan,”Banyak orang-orang shalat menjulurkan
tangan-tanganya untuk berjabat tangan dengan orang-orang di sekitarnya. Ini
dilakukan langsung setelah salam (selesai) dari shalat wajib sambil berdo’a
dengan do’a taqabbalallahu. Perbuatan ini adalah bid’ah. Tidak
diriwayatkan dari Salaf.” (Majalah Al Mujtama’, Edisi 855.) [http://almanhaj.or.id/content/3003/slash/0/salam-dan-berjabat-tangan-selesai-shalat/]
https://www.youtube.com/watch?v=McrZfDj4o1Mhttps://www.youtube.com/watch?v=McrZfDj4o1Mhttps://www.youtube.com/watch?v=McrZfDj4o1Mhttps://www.youtube.com/watch?v=McrZfDj4o1M